Masyarakat Indonesia belakangan sempat dihebohkan dengan berita beredarnya virus cacar monyet. Kasus cacar monyet di Asia diketahui sudah sampai di Singapura, padahal awalnya merupakan penyakit endemik di daerah Afrika Tengah dan Barat. Apa yang perlu kita ketahui soal cacar monyet (monkeypox)?

Apa itu cacar monyet (monkeypox)?

Cacar monyet alias monkeypox adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus langka.
Dilansir dari Centers for Disease Control and Prevention, viurs cacar monyet berasal dari genus Orthopoxvirus dalam keluarga Poxviridae. Virus yang termasuk dalam genus Orthopoxvirus meliputi virus variola penyebab cacar, virus vaccinia (yang digunakan dalam vaksin cacar), dan virus cacar sapi.
Sebagaimana dilansir dari situs resmi Kementerian Kesehatan RI, virus monkeypox ditularkan lewat hewan. Virus ini umum dibawa oleh binatang liar seperti tupai. Namun, disebut cacar monyet karena para peneliti pertama kali melihat virus ini pada sekelompok monyet yang tengah diteliti.
Penyakit ini lebih sering ditemukan di daerah Afrika Tengah dan Selatan. Pertama kali ditemukan pada tahun 1958 ketika wabah cacar marak menyerang kumpulan kera yang sengaja dipelihara di institusi kesehatan tertentu untuk penelitian. Sementara kasus pertama yang terjadi pada manusia terjadi pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo.
Sejak saat itu, sejauh ini ada empat kasus infeksi monkeypox yang tercatat pada manusia di luar Afrika. Misalnya, 47 kasus di Amerika Serikat pada tahun 2003, 3 kasus di Inggris pada tahun yang sama, 1 kasus di Israel pada tahun 2018, dan Singapura (1 kasus) pada 2019.
Orang-orang dewasa muda, remaja, dan anak kecil serta bayi lebih rentan terhadap infeksi monkeypox. Sekitar 10% kasus kematian yang dilaporkan, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak.

Cara penularan cacar monyet

Penyakit ini menular melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, luka pada kulit atau mukosa (liur) binatang yang terinfeksi. Di Afrika sendiri, penularan ke manusia diketahui terjadi melalui kontak sehari-hari dengan monyet, tupai, dan tikus Gambia yang terinfeksi. Penularan juga bisa terjadi lewat gigitan hewan atau kontak tidak langsung lewat permukaan yang terkontaminasi.
Virus dari hewan dapat memasuki tubuh melalui kulit yang rusak atau terluka, saluran pernapasan, dan selaput lendir (mata, hidung, mulut). Sementara penularan dari manusia ke manusia dapat terjadi lewat cairan liur yang terciprat saat bersin atau batuk dan kemudian terhirup.
Sama seperti penularan pada hewan, virus ini juga bisa menular antarmanusia dari kontak tidak langsung lewat area permukaan yang terinfeksi. Misalnya, menyentuh tisu atau sapu tangan bekas dipakai menutup bersin.
Meski begitu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dr. Anung Sugihantono, M.Kes, menyatakan bahwa penularan virus ini dari manusia ke manusia sangat jarang terjadi. Dibutuhkan inang yang terinfeksi untuk virus ini menular ke manusia.
“Sejauh yang kami tahu, hewan ini (spesies monyet yang jadi inang virus-red) tidak ada di Indonesia. Adanya di Afrika. (Di Indonesia, red) Belum ditemukan inang atau tempat infeksi monkeypox,” ujar dr. Anung Sugihantono seperti dilansir dari situs Tirto.id. Biasanya juga diperlukan kontak tatap muka yang cukup dekat dan lama sampai virus bisa masuk dan menginfeksi manusia lainnya.
Hal lain yang juga dapat meningkatkan risiko Anda tertular penyakit ini adalah mengonsumsi daging hewan liar yang terinfeksi virus secara mentah atau setengah matang.
Inilah yang terjadi pada wanita asal Nigeria yang teridentifikasi terkena cacar monyet di Singapura. Wanita tersebut diketahui sempat menyantap daging liar di negara asalnya sebelum bertolak ke Singapura.

Gejala cacar monyet (monkeypox)

Biasanya, orang yang terkena infeksi virus monkeypox akan mulai menunjukkan gejala pertamanya setelah 6-16 hari terinfeksi. Masa ini dikenal dengan masa inkubasi. Meski begitu, masa inkubasi juga bisa terjadi antara 5-21 hari.
Dikutip dari laman organisasi kesehatan dunia (WHO) kemunculan gejala monkeypoxterbagi dalam dua periode infeksi, yaitu:

Periode invasi

Periode invasi terjadi dalam 0-5 hari setelah terinfeksi virusnya pertama kali.
Saat seseorang berada dalam masa invasi, dirinya akan menunjukkan beberapa gejala cacar monyet, seperti:
  • Demam
  • Sakit kepala hebat
  • Limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening)
  • Sakit punggung
  • Nyeri otot
  • Lemas parah (asthenia)
Pembengkakan kelenjar getah bening itulah yang menjadi ciri pembeda antara cacar monyet dengan cacar biasa. Infeksi cacar biasa tidak menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening.

Periode erupsi kulit

Periode ini terjadi pada 1-3 hari setelah demam muncul. Gejalanya jika Anda berada dalam fase ini adalah munculnya ruam kulit.
Ruam pertama kali muncul di wajah dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Wajah dan telapak tangan serta kaki adalah area yang paling terdampak ruam ini.
Ruam yang terbentuk biasanya diawali dengan ruam yang datar hingga vesikel, yaitu seperti bentol dengan cairan di dalamnya. Ruam ini kemudian akan membentuk kerak.
Perkembangan ruam ini akan terjadi dalam waktu kurang lebih 10 hari. Dibutuhkan waktu sekitar tiga minggu hingga bekas cacar hilang total.

Kapan harus pergi ke dokter?

Seperti infeksi virus lainnya, cacar monyet juga dapat sembuh sendiri setelah gejala berlangsung 14-21 hari.
Jika Anda merasa melakukan kontak dengan seseorang atau binatang liar dengan monkeypox atau gejala serupa, segera konsultasikan ke dokter. Terlebih jika Anda baru saja melakukan perjalanan ke daerah di mana wabah ini berasal, yaitu Afrika.

Cara mengobati cacar monyet (monkeypox)

Sejauh ini belum ditemukan pengobatan untuk cacar monyet di Indonesia, mengingat penyakit ini memang tidak ada di Indonesia.
Meski belum ada pengobatan khusus, penyakit ini dapat ditangani dengan mengobati gejala-gejala yang muncul. Antivirus juga dapat mengendalikan penyebaran penyakitnya di Amerika pada tahun 2003, ketika virus ini pertama kali ditemukan di sana.

Mencegah penyakit cacar monyet (monkeypox)

Mencegah memang selalu lebih baik daripada mengobati. Begitu juga dengan penyakit ini. Pemberian vaksin cacar diketahui 85% efektif mencegah penyakit ini.
Meski begitu, di Indonesia belum tersedia vaksin khusus untuk mencegah cacar monyet. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila F. Moeloek, sebagaimana dikutip dari portal berita Tempo.
“Vaksinasi saya kira belum ada, karena biasanya vaksin berasal dari virus penyakit tersebut,” ujarnya di Kompleks DPR pada Selasa (14/5).
Sementara itu, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat seperti cuci tangan dengan sabun setelah berinteraksi dengan hewan dapat membantu Anda terhindar dari risiko infeksi penyakit.
Beberapa hal lain yang juga dapat Anda lakukan untuk mencegah cacar monyet, antara lain:
  • Menghindari kontak langsung dengan tikus, primata, atau hewan liar lainnya yang mungkin terpapar virus (termasuk kontak dengan hewan yang mati di daerah terinfeksi)
  • Menghindari kontak dengan benda apa pun, seperti tempat tidur, yang pernah disinggahi oleh hewan yang sakit
  • Tidak makan daging hewan liar yang tidak dimasak dengan baik
  • Menjauhkan diri sebisa mungkin dari pasien yang terinfeksi
  • Bagi petugas medis, gunakanlah masker dan sarung tangan saat menangani orang yang sakit